Thursday, June 24, 2021

Hari Lahir Pancasila

 Selamat Hari Lahir Pancasila


1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila. Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945.Namun, dibalik pidato tersebut Hari Lahir Pancasila memiliki sejarah panjang.Oleh karena itu untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai pancasila, kamu perlu mengetahui sejarah panjang dari Hari Lahir Pancasila.

Diambil pada rapat Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang melakukan sidang pertama pada tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Pada mulanya rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dengan pembahasan yang dilakukan pada keesokan harinya yaitu 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara.

Rapat yang dimulai pertama kali diadakan pada gedung Chuo Sangi In di Jakarta di Jalan Pejambon 6 yang sekarang lebih dikenal dengan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda dahulu, gedung tersebut digunakan sebagai gedung perwakilan rakyat atau gedung Volksraad.

Pada 1 Juni 1945, Soekarno mendapatkan gilirannya untuk menyampaikan gagasannya mengenai dasar dari negara Indonesia merdeka, yang dinamakan Pancasila. Gagasan yang disampaikan dalam bentuk Pidato tersebut berbunyi “Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.”

Setelah pidato tersebut, lalu BPUPKI membentuk panitia kecil untuk merumuskan serta menyusun undang-undang dasar (UUD) melalui pedoman pada pidato bung karno tersebut. Karenanya dibentuklah panitia sembilan yang terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Soebardjo, Wahid Hasjim dan Mohammad Yamin yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato yang diucapkan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945 serta menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Saat melalui proses yang cukup panjang akhirnya rumusan pancasila tersebut selesai dirumuskan untuk kemudian dicantumkan ke dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Lalu, setelah itu disahkan dan dinyatakan sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI.

Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPKI Dr Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Soekarno itu berisi Lahirnya Pancasila.

Kini, tanggal 1 Juni resmi ditetapkan jadi Hari Lahir Pancasila lewat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi menyampaikan keputusan ini melalui pidato pada peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945, di Gedung Merdeka, Bandung pada 1 Juni 2016. Tanggal 1 Juni juga ditetapkan sebagai hari libur nasional.

PUISI

 

Lima butir kalimat sakti

Tak mampu ditawar  walau kami mati

Pancasila Pendoman kami

Meski diubah empat kali

 

Tibalah pada Satu juni

Keabadian yang dinanti

Kehidupan penuh toleransi

Gotong royong terapkan relasi

 

Negeri ku bukan negeri bisa basi

Penghuninya selalu berkolaborasi

Alamnya subur terlatih reboisasi

Burung garuda terbang pennuh jati diri

Mencengkram erat persatuan NKRI

Mengepak sayap di langit tertinggi

Beri tanda Pancasila  teruji sakti


Essay Hari Lahir Pancasila

 

Sub Tema : Peran Pembelajaran Sejarah Dalam Mengimplementasikan Nilai Pancasila Di Era

Revolusi 4.0

Latar Belakang

Pembentukan karakter manusia tidak terlepas dari pendidikan yang didapat di usia dini. Pembelajaran sejarah di sekolah berperan penting dalam pembentukan watak dan karakter generasi muda. Pembelajaran sejarah mampu mengembangkan daya berpikir kritis guna memahami fakta dengan benar. Memahami sejarah bangsa dapat membangun kesadaran pentingnya menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menjadi vital karena adanya perkembangan zaman yang memunculkan rasa ketidaksiapan dan kebimbangan masyarakat dalam mencari pedoman guna menghadapi era revolusi 4.0.

Era revolusi 4.0 adalah tren yang mengedepankan sistem teknologi informasi dan komunikasi berbasis digital. Revolusi ini merupakan upaya transformasi menuju kemajuan dengan internet sebagai penopang utama. Gagasan ini pertama kali dicetuskan pada tahun 2011 dalam Hannover Trade Fair. Pada tahun 2015, kanselir Jerman yakni Angela Merkel memperkenalkan gagasan ini di acara World Economic Forum. Dalam menghadapi era tersebut, nilai-nilai Pancasila perlu diperkuat guna mewujudkan cita-cita bangsa. Sukar dibayangkan bagaimana generasi muda dapat memperoleh wawasan pentingnya nilai-nilai

Pancasila tanpa mempelajari dan meneladani kehidupan para pendahulunya. Oleh karena itu, proses penanaman dan pengembangan nilai ditempuh melalui pendidikan sejarah. Hal ini didasarkan pada fenomena perkembangan teknologi yang sangat pesat seperti Artificial Intelligence (AI) atau teknologi kecerdasan buatan yang mampu menggeser peran manusia dalam melakukan pekerjaan. Hal tersebut mengakibatkan persaingan kerja menjadi semakin ketat, tingkat pengangguran bertambah tinggi, dan meluasnya sikap individualisme dalam masyarakat.

Tujuan penulis memilih sub tema Peran Pembelajaran Sejarah Dalam Mengimplementasikan Nilai Pancasila di Era Revolusi 4.0 agar generasi muda menyadari pentingnya pembelajaran sejarah dalam membentuk karakter yang sesuai dengan nilai Pancasila. Penulis menonjolkan salah satu nilai yang terkandung dalam Pancasila yaitu  gotong royong. Dasar pemilihan nilai tersebut adalah adanya anggapan bahwa kebersamaan dalam lingkup masyarakat mulai berkurang. Selain itu, semangat gotong royong sebagai salah satu kearifan lokal Indonesia mampu menjadi landasan yang relevan di segala era.

 

Pembahasan

A. Pembelajaran Sejarah Sebagai Sarana Pendidikan Karakter

Historia Vitae Magistra. Pernyataan klasik dari Herodotus tersebut memaknai sejarah sebagai guru kehidupan. Abu Su’ud dalam Seminar Sejarah Nasional V:Pengajaran Sejarah mengartikan sejarah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dikehendaki manusia. Hal ini dikarenakan pada hakikatnya sejarah berisi pengalaman yang penuh dengan pelajaran hidup. Menurut Paul Veyne dalam Comment on écrit l’histoire, sejarah merupakan proyeksi dari nilai-nilai yang dianut masyarakat. Sejarah selalu tidak lengkap dan hanya dapat dilacak melalui jejak. Oleh karena itu dalam pemahaman sejarah dibutuhkan logika serta penalaran yang sesuai dengan konsep dasar. Peran pendidikan sejarah dalam pembentukan sikap gotong royong sangat dibutuhkan mengingat adanya tantangan perubahan zaman dan berbagai gejolak disintegrasi yang melanda Indonesia akhir-akhir ini. Salah satu bentuk cikal bakal perpecahan adalah kurangnya rasa keakraban antarindividu. Hal ini berkaitan erat dengan kapasitas moral setiap orang untuk bersosialisasi dengan orang lain sebagai bentuk integrasi bangsa. Proses belajar sejarah berguna untuk memfasilitasi perkembangan karakter personal dan kebudayaan yang sesuai dengan landasan negara Indonesia yakni Pancasila. Keberhasilan sejarah sebagai fasilitator dapat diraih dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi masa

kini.

 

B. Fusi Wawasan Sejarah dengan Teknologi AI

Pendidikan sejarah menggambarkan apiknya semangat gotong royong di masa lampau. Hal itu dilatarbelakangi oleh multikulturalnya kondisi bangsa Indonesia. Bukti konkret adanya semangat gotong royong yaitu adanya pergerakan nasional pasca 1908. Hal ini ditandai dengan munculnya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Tujuan awal dibentuknya Budi Utomo adalah memajukan pendidikan bangsa dan menumbuhkan semangat kebersamaan. Hambatan yang muncul pada masa tersebut ialah banyaknya tugas mahasiswa kedokteran sehingga mereka tidak sanggup memimpin organisasi yang berpusat di Yogyakarta ini. Jalan keluar yang diambil adalah menjadikan kaum tua sebagai  pemimpin organisasi, sedangkan kaum muda sebagai anggota yang akan menggerakkan organisasi. Fenomena ini menggambarkan dengan jelas bagaimana sikap gotong royong mampu mengintegrasikan rakyat untuk meraih suatu tujuan.

Berbeda dengan era revolusi 4.0 yang serba digital dimana masyarakat menjadi lebih individualis dan anti sosial. Kemajuan sistem teknologi seperti AI mampu menggeser peran manusia dalam melakukan pekerjaan. Penggabungan teknologi dengan kearifan lokal dapat dijumpai di Taman Pintar Yogyakarta, tepatnya di zona memorabilia. Zona tersebut berisi sejarah Indonesia yang meliputi sejarah keraton Yogyakarta, tokoh pendidikan nasional, dan sejarah kepresidenan Indonesia. Taman Pintar memiliki wahana dan fasilitas teknologi yang beragam namun tidak mengesampingkan pentingnya keberadaan unsur sejarah Indonesia dan penggunaan tenaga kerja manusia sebagai guide. Ganendra Pagehgiri selaku generasi muda mengatakan bahwa manusia akan selalu bekerja sama dengan orang lain karena keberadaan teknologi hanya sebagai sarana pembantu. Perpaduan unsur sejarah dan teknologi juga tampak di Museum Benteng Vredeburg. Selain berbagai koleksi sejarah, terdapat pula fasilitas teknologi yang dijadikan media untuk memperdalam pengetahuan sejarah. Melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang tepat, penyampaian peristiwa dan fakta sejarah menjadi lebih efektif dan efisien. Media yang terdapat di benteng ini berupa penayangan film dokumenter, layar sentuh, dan ruang audio visual. Sarana pendukung AI di Benteng Vredeburg yaitu sebuah

aplikasi permainan berbasis android bernama Augmented Reality for History Telling (Aristotell). Aplikasi yang dikembangkan oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan Universitas Sebelas Maret ini mengajak pengguna untuk menyusuri sejarah melalui koleksi yang terdapat di museum. Tujuan dibuatnya Aristotell adalah agar pengunjung menjadi lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran sejarah dengan menjadikan museum sebagai objek wisata modern.

 

C. Revitalisasi Semangat Gotong Royong di Era Revolusi 4.0

Sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia menyiratkan berbagai pedoman hidup salah satunya yaitu semangat gotong royong. Gotong royong memiliki arti semangat bela rasa, bersatu, dan berbagi. Dalam menghadapi tantangan masa kini seputar individualisme dan sikap anti sosial, bangsa ini memerlukan adanya upaya revitalisasi nilai Pancasila, utamanya adalah nilai kebersamaan. Mengutip tulisan Yudi Latif di Kompas 1 Oktober 2019, gotong royong merupakan level tertinggi proses adaptasi manusia saat mengarungi tantangan seleksi kehidupan. Hal ini menandakan bahwa sikap tersebut mampu mengubah makhluk individu dengan kecenderungan simpanse (selfish) menjadi makhluk sosial dengan kecenderungan lebah (groupish).

Era revolusi menghadapkan bangsa Indonesia pada berbagai konsekuensi arus perkembangan yang semakin luas dan instan. Setiap ideologi dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan tantangan dan perkembangan baru. Puluhan tahun berlalu sejak Pancasila dilahirkan tetapi keluhuran nilai-nilainya sebagai ideologi negara terus menjadi angan dengan kurangnya kemampuan untuk menerapkannya ke dunia nyata. Usaha membudayakan semangat gotong royong berkaitan erat dengan pendidikan karakter yang diperkenalkan kedalam pembelajaran di sekolah melalui peristiwa sejarah dan studi kepahlawanan. Dengan demikian generasi muda mampu menemukan keteladanan untuk ditanamkan sebagai nilai dasar.

Dalam era revolusi 4.0 ini, proses pembelajaran sejarah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Kecanggihan teknologi memacu peningkatan kreativitas generasi muda. Salah satu sarana efektif untuk menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan yaitu dengan penggunaan media film. Amanat yang ingin disampaikan melalui media film relatif dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Hampir seluruh film sejarah di Indonesia menyiratkan pentingnya semangat gotong royong seperti Kartini (2017), Sultan Agung (2018), dan Soegija (2012). Hal tersebut memotivasi generasi muda untuk menerapkan semangat gotong royong dalam menghadapi sikap individualisme masyarakat masa kini. Penumbuhkembangan semangat gotong royong dalam proses pembelajaran juga dapat dilakukan dengan pengadaan unjuk kerja berkelompok. Tugas dapat berupa presentasi, debat, maupun penelitian sejarah. Hal ini mendorong partisipasi aktif setiap individu untuk terlibat dalam proses pengerjaan tugas. Ibu Nindias Dwikky Cahyaningtyas selaku guru Sosiologi dan PPKn menjelaskan bahwa penilaian di sekolah tidak hanya berorientasi pada nilai, melainkan juga proses pembelajaran dan sikap setiap individu. Adapun sarana lainnya yaitu kegiatan Pesta Rakyat dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Umumnya dalam peringatan hari bersejarah tersebut akan didapati berbagai perlombaan seperti egrang, tarik tambang dan bakiak. Dengan demikian nilai gotong royong dapat tertanam di setiap peserta didik. Semangat gotong royong meliputi nilai kebersamaan, rela berkorban, dan tolong-menolong.

 

Penutup

Era revolusi 4.0 membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Selain membantu dan memfasilitasi kegiatan manusia, kecanggihan teknologi berpotensi menghilangkan nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat. Semangat gotong royong relevan sebagai landasan karakter bangsa dalam menghadapi era globalisasi. Semangat gotong royong diperlukan untuk mempertahankan nilai jati diri bangsa Indonesia agar manusia tidak meninggalkan kehidupan sosialnya setelah beralih ke era digital. Generasi muda penerus bangsa diharapkan mampu memiliki kecerdasan dan kemampuan beradaptasi di era 4.0 sehingga dapat mengendalikan teknologi, bukan dikendalikan oleh teknologi.

 


Garuda Chakti

Author & Editor

Resimen Mahasiswa Universitas PGRI Semarang masih merupakan Satuan dan mempunyai nama Satuan 927 Garuda Chakti. Komando resimen mahasiswa satuan 927 Garuda Chakti Universitas PGRI Semarang merupakan satuan yang berada dibawah naungan Mahadipa..

0 Comments:

Post a Comment